Senin, 18 Mei 2009

ASKEP HALUSINASI

Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama.
Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika.
Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi ini terbentuk, yaitu
Halusinasi visual
Halusinasi auditori
Halusinasi olfaktori
Halusinasi gustatori
Halusinasi taktil

Pencetus terjadinya halusinasi
Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.
Gangguan jiwa Skizofrenia
Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja, morphin, kokain, dan ltd
Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas batas kewajaran
Trauma yang berlebihan.



A. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi dapat terjadi oleh karena berbagai faktor diantaranya gangguan mental organik, harga diri rendah, menarik diri, sidrome putus obat, keracunan obat, gangguan afektif dan gangguan tidur.
Halusinasi klien timbul karena perubahan hubungan sosial. Perkembangan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Akibatnya klien cenderung memisahkan diri dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Sehingga timbulnya kesepian, isolasi sosial, hubungan yang dangkal dan tergantung (Haber, 1987).
Akibat dari menikmati suara-suara yang didengar, maka klien S. hanya terlibat dalam pikirannya sendiri, sehingga klien malas atau kurang berminat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti; kebersihan diri, makan, dan lain-lain.
Pada klien S. terjadi halusinasi dengar, hal ini disebabkan oleh karena klien mempunyai riwayat putus cinta dengan kekasihnya satu kali, kemudian oleh keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah selama tiga bulan, isteri meninggalkannya dan klien S. merasa sangat kecewa, sering menyendiri, melamun, tak mau makan kemudian klien dirawat di rumah sakit jiwa Jakarta selama 8 bulan.
Hal ini sesuai dengan proses terjadinya halusinasi pada fase pertama yang diungkapkan oleh Haber, Dkk, 1982. Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan yang terpisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres . Cara ini menolong sementara, klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
Setelah delapan bulan dirawat, klien dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Pada saat di rumah, klien mangalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor kemudian dirawat di rumah sakit. Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan mendengar suara-suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas dan piring. Gejala-gejala pada klien S. ini menunjukan bahwa klien mengalami gejala halusinasi fase ke dua, yaitu dimana klien berada pada tingkat listening, pemikiran internal lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi.
Satu bulan yang lalu klien mendengar suara-suara tersebut dan klien menanyakan kepada perawat apakah boleh berteman dengan roh halus, karena dia yang sering mengajaknya berbicara. Sesuai dengan tahapan halusinasi, klien berada pada fase ketiga, yaitu halusinasi lebih menonjol, menguasai, halusinasi memberikan kesenangan tersendiri dan rasa aman yang sementara.
Dan selanjutnya klien memasuki fase keempat yaitu dengan gejala halusinasi bersifat mengancam yaitu klien mendengar suara-suara “ Saya tidak takut sama kamu !”. Lalu klien S. menjawab “ Saya juga tidak takut sama kamu !”
Dengan adanya halusinasi ini, maka masalah yang timbul pada klien S. adalah potensial amuk, potensial melukai diri sendiri dan orang lain, gangguan kebersihan diri, gangguan ADL. Klien cenderung menarik diri, tersenyum dan berbicara sendiri.
Akibatnya ia tidak dapat memberi respon emosional yang adekuat, klien tampak bisar, tidak sesuai (Fortinash, 1991; Benner, 1989; Hater,1987). Potensial melukai diri sendiri dan orang lain, potensial amuk dapat terjadi pada klien S, karena klien S. mendengar suara-suara yang bersifat mengancam, mengejek, klien S disuruh oleh roh halus untuk membanting piring dan gelas.
patofisiologi
klik untuk memperbesar gambar

B. Masalah Keperawatan
Dari masalah-masalah itu ditemukan masalah keperawatan sejumlah sebelas buah, yaitu :
1. Gangguan orientasi realitas
2. Gangguan hubungan interpersonal : Menarik diri
3. Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal
4. Koping individu tidak efektif
5. Gangguan persepsi: Halusinasi dengar
6. Gangguan perawatan mandiri
7. Koping keluarga tidak efektif
8. Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
9. Potensial amuk
10. Potensial gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
11. Potensial kambuh
Pada klien S. ini timbul masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
2. Menarik diri
3. Potensial amuk
4. Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
5. Potensial kambuh.
C. Tindakan Keperawatan untuk semua masalah kepada klien
Adapun tindakan keperawatan pada klien S adalah sebagai berikut :
Masalah Keperawatan 1
Halusinasi dengar.
Tujuan jangka panjang :
Klien dapat mengontrol halusinasinya dan tidak melukai diri sendiri atau orang lain.
Rencana tindakannya :
Psikoterapeutik:
· Adakan kontak yang sering dan singkat
· Observasi tingkah laku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan halusinasi
· Berikan kesempatan kepada klien mengungkapkan apa yang dirasakan klien sesuai dengan respon verbal dan nonverbal klien.
· Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan berikan pendapat bahwa halusinasi tidak nyata pada perawat.
· Ajukan pertanyaan terbuka yang membutuhkan jawaban luas.
Kegiatan sehari-hari (Actifity Daily Living)
· Bersama klien membuat jadwal aktifitas untuk menghidari kesendirian
· Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengar: seperti bergabung dengan orang lain utnuk bercakap-cakap, nonton TV, mengikuti kegiatan TAK aktifitas group.
· Bimbing klien pada kegiatan yang disukai
Psikofarmaka
· Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
· Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
· Dampingi klien saat minum obat
· Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
· Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
· Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
· Sediakan alat penunjuk waktu : jam dinding dan kelender.
· Beri tanda / nama di ruangan klien
· Panggilah klien sesuai nama panggilan yang disukai klien
· Petugas memakai papan nama.
· Kenalkan nama setiap beriteraksi dengan klien
· Dampingi klien dalam kegiatan kelompok secara bertahap
· Tingkatkan respon klien pada realita dengan cara menunjukan kelender, jam, nama ruang.
Pendidikan Kesehatan :
· Mendiskusikan bersama klien tentang faktor pencetus timbulnya halusinasi.
· Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat jika timbul halusinasi
· Beri informasi pada klien termpat klien minta bantuan apabila sulit mengendalikan diri saat halusinasi timbul.
· Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi, cara mengatasi, situasi yang menimbulkan halusinasi serta fasilitas yang dapat digunakan apabila mengalami kesulitan.
Masalah keperawatan 2:
Isolasi sosial sehubungan dengan menarik diri
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang lain
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
· Bina hubungan saling percaya
· Dengarkan apa yang diungkapkan oleh klien
· Lakukan kontak yang sering dan singkat
· Support dan anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan perawat bila ada sesuatu yang dipikirkan.
· Berikan reinforcement positif
· Dorong klien untuk melihat hal-hal yang positif tentang dirinya.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
· Batasi klien untuk tidak melamun / menyendiri dengan cara libatkan klien dalam aktifitas rutin di ruangan, misalnya menyiapkan makanan, menyapu, merapikan tempat tidur, mencuci piring.
Psikofarmaka
· Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
· Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
· Dampingi klien saat minum obat
· Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
· Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
· Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
· Anjurkan klien untuk berkenalan dengan orang lain, satu kali tiap hari.
· Diskusikan cara berinteraksi lebih lanjut.
· Temani klien dengan berada di samping klien mulai dari diam sampai berkomunikasi verbal sederhana, bertahap sesuai dengan kemampuan klien.
· Libatkan klien dalam berinteraksi kelompok yang dilakukan secara bertahap dari kelompok yang kecil sampai kelompok yang besar.
· Libatkan klien dalam kegiatan aktifitas kelompok (TAK: Sosialisi)
· Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti majalah, surat kabar, TV.
Pendidikan Kesehatan
· Libatkan keluarga untuk selalu untuk selalu kontak dengan klien, misalnya keluarga mengunjungi klien minimal satu seminggu.
· Mengajarkan klien cara berkenalan pada klien lain.
· Diskusikan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri
· Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan menarik diri
· Anjurkan pada keluarga mengikutisertakan klien dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
· Berikan penjelasan pentingnya minum obat secara teratur pada klien dan keluarga.
Masalah Kepererawatan 3
Ketidakmampuan mengungkapkan cara marah yang konstruktif.
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak amuk dan dapat mengungkapkan marah yang konstruktif
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
· Berespons terhadap respons verbal dan nonverbal klien dengan sikap yang tenang dan tidak mengancam
· Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan marah.
· Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
· Anjurkan klien untuk makan makanan yang telah disajikan.
· Anjurkan klien untuk menyalurkan energi dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti mengepel lantai, membersihkan got, merapihkan tempat tidur, membersihkan kamar mandi, bersihkan taman, dan lain-lain.
· Buat jadwal bersama klien tantang kegiatan yang disenangi.
Psikofarmaka
· Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
· Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
· Dampingi klien saat minum obat
· Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
· Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
· Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
· Siapkan ruangan yang akan dipakai untuk perawatan klien
· Pindahkan alat-alat yang membahayakan klien dan lingkungannya. seperti benda tajam, dan alat pecah belah.
· Orientasi klien pada sarana yang tersedia untuk menyalurkan energi yang berlebihan pada dirinya.
Pendidikan Kesehatan
· Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang destruktif
· Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang konstruktif
· Diskusikan dengan klien tentang tanda-tanda marah yang destruktif
· Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara marah yang konstruktif
· Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah
· Ajarkan cara mengarahkan klien agar mengungkapkan marah secara konstruktif.
· Anjurkan keluarga untuk menciptakan lungkungan rumah yang baik untuk mengendalikan klien marah.
Masalah Keperawatan 4
Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
Tujuan Jangka Panjang:
Klien berminat dan mampu memelihara kebersihan dirnya
Rencana tindakan
Psikoterpeutik
· Kaji perasaan klien dan pengetahuan tentang kebersihan diri
· Berikan dukungan yang posisif terhadap hal-hal yang dicapai oleh klien
· Support secara terus menerus agar mempertahankan dan meningkatkan kebersihan dirinya.
· Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dilakukan klien
Kegiatan sehari-hari (ADL)
· Buat jadwal bersama klien tentang perawatan diri : mandi, gosok gigi, cuci rambut, potong kuku.
· Bersama klien menyiapkan alat-alat kebersihan diri.
· Buat jadwal bersama klien tantang kegiatan kebersihan diri.
· Mengingatkan klien tentang waktu melakukan kebersihan diri
· Mengajak klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai jadwal.
Psikofarmaka
· Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
· Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
· Dampingi klien saat minum obat
· Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
· Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
· Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi lingkungan
· Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK: Kebersihan diri)
· Orientasikan klien pada fasilitas / sarana untuk kebersihan diri, seperti : kamar mandi, lemari pakaian, washtafel, jemuran handuk.
· kolaborasi dengan perawat ruangan dan keluarga untuk mengadakan kebersihan diri: handuk, sabun, sikat gigi, odol, guntuing kuku, dan lain-lain.
· Bersama klien menciptakan suasana lingkungan yang bersih.
· Berikan gambar-gambar / poster, lukisan yang mendukung klien untuk kebersihan diri, seperti: Bersih itu sehat, sudah rapikah anda, gambar cara menggosok gigi yang benar.
Pendidikan kesehatan
· Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri
· Diskusikan cara-cara kebersihan diri, antara lain : mandi dua kali dengan sabun, ganti pakaian setiap hari, sikat gigi dengan odol, mencuci rambut dua sampai tiga kali seminggu, potong kuku kalau panjang.
· Diskusikan cara mandi yang benar.
· Anjurkan klien ganti baju, celana, gosok gigi setiap hari
· Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri.
· Diskusikan dengan keluarga tentang kebersihan diri, arti bersih, tanda-tanda bersih, tujuan kebersihan diri
· Diskusikan dengan keluarga tentang cara-cara menjaga kebersihan diri.
Masalah Keperawatan 5
Ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan Jangka Panjang :
Klien tidak kambuh
Recana tindakannya :
Psikoterapeutik:
· Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
· Kaji persepsi keluarga tentang perilaku maldaptif klien
· Ajak klien untuk mengunjungi sanak keluarga lainnya.
· Libatkan seluruh anggota keluarga untuk menerima klien apa adanya
· Libatkan klien dalam pertemuan keluarga.
· Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di rumah sesuai dengan kemampuan klien
· Buat jadwal bersama klien (kegiatan yang dapat dilakukan klien)
Kegiatan sehari-hari (ADL)
· Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di ruangan sesuai dengan kemampuannya.
· Buatlah jadwal tentang kegiatan yang dapat dilakukan klien di rumah
Psikofarmaka
· Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
· Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
· Dampingi klien saat minum obat
· Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
· Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
· Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
· Libatkan klien dan keluarga dalam menyiapkan kamar klien
· Batasi peralatan rumah tangga yang dapat menimbulkan stimulus bagi klien untuk amuk.
· Hindarkan barang-barang yang berbahaya seoerti; berang dari kaca, benda tajam
· Menyiapkan sarana untuk kebersihan diri
· Ciptakan suasana rumah yang memungkinkan klien menyendiri.
Pendidikan Kesehatan
· Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian keluarga tentang klien dan sikap keluarga terhadap tingkah laku klien yang maladaptif.
· Diskusikan tentang harapan keluarga pada prilaku maladaptif klien.
· Diskusikan bersama keluarga tentang pentingnya membesuk klien saat klien dirawat di rumah sakit.
· Jelaskan pada keluarga tentang permasalahan klien yang timbul saat ini.
· Diskusikan dengan keluarga dalam membuat perencanaan cara merawat klien apabila klien pulang ke rumah meliputi jadwal kegiatan yang dapat dilakukan oleh klien, seperti memelihara kebersihan diri, merapihkan tempat tidur, dan lain-lain.
· Anjurkan keluarga untuk memberikan reinforcement positif bila klien melakukan kegiatan
· Ajarkan keluarga untuk penanganan awal bila timbul keluhan · Anjurkan pada keluarga untuk kontrol secara teratur sesuai dengan jadwalnya

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE

A. PENGERTIAN.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
B. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.b) Kurang kalori protein.c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:1. Faktor infeksia) Infeksi enteralMerupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.2. Faktor malaborsiMalaborsi karbohidrat, lemak dan protein.3. Faktor makanan4. Faktor psikologis
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:1. Kehilangan air (dehidrasi)Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.3. HipoglikemiaHipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan giziTerjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.5. Gangguan sirkulasiSebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
D. MANIFESTASI KLINIS DIARE
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinjaa) Makroskopis dan mikroskopisb) PH dan kadar gula dalam tinjac) Bila perlu diadakan uji bakteri2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).2. Renjatan hipovolemik.3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).4. Hipoglikemia.5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.F. DERAJAT DEHIDRASIMenurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:a. Kehilangan berat badan1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%b. Skor Mavrice KingBagian tubuhYang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan0 1 2Keadaan umum
Kekenyalan kulitMataUbun-ubun besarMulutDenyut nadi/mata Sehat
NormalNormalNormalNormalKuat <120>40
Keterangan- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinisGejala klinis Gejala klinisRingan Sedang BeratKeadaan umumKesadaranRasa hausSirkulasiNadiRespirasiPernapasanKulitUubBaik (CM)+
N (120)
Biasa
Agak cekungAgak cekungBiasaNormalNormalGelisah++
Cepat
Agak cepat
CekungCekungAgak kurangOliguriAgak keringApatis-koma+++
Cepat sekali
Kusz maull
Cekung sekaliCekung sekaliKurang sekaliAnuriKering/asidosis
G. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut :
Umur Berat Badan Total/24 jam Kebutuhan Cairan/Kg BB/24 jam3 hari10 hari3 bulan6bulan9 bulan1 tahun2 tahun4 tahun6 tahun10 tahun14 tahun18 tahun 3.03.25.47.38.69.511.816.220.028.745.054.0 250-300400-500750-850950-11001100-12501150-13001350-15001600-18001800-20002000-25002000-27002200-2700 80-100125-150140-160130-155125-165120-135115-125100-110090-10070-8550-6040-50
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL JumlahRinganSedangBerat 5075125 100100100 252525 175200250
Keterangan :PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
H. PATHWAYSFaktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik
Endotoksin Tekanan osmotik ? Hiperperistaltik Hipoperistaltikmerusak mukosausus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteridan elektrolit ke sempat diseraplumen usus Endotoksin berlebih
Hipersekresi cairandan elektrolitIsi lumen usus ?
Rangsangan pengeluaran
Hiperperistaltik
Diare
Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit
Kurang volume cairan (dehidrasi) HiponatremiaHipokalemiaPusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serummual, muntah, haus, oliguri, turgor kulitkurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-ubun cekung, peningkatan suhu tremortubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut jantung cepat dan lemah(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002
I. PENTALAKSANAAN
1. MedisDasar pengobatan diare adalah:a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oralPada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentralDiberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg• 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).• 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).• 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg• 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).• Untuk bayi berat badan lahir rendahKebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).b. Pengobatan dietetikUntuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.c. Obat-obatanPrinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.2. KeperawatanMasalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.a.
Data fokus
1) Hidrasi- Turgor kulit- Membran mukosa- Asupan dan haluaran
2) Abdomen- Nyeri- Kekauan- Bising usus- Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik- Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik- Kram- Tenesmusb. Diagnosa keperawatan- Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put.- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan mikroorganisme.- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.- Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.- Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau kurangnya pengetahuan.c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit- Pantau cairan IV- Kaji asupan dan keluaran- Kaji status hidrasi- Pantau berat badan harian- Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi- Melalui mulut
2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut- Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti: pisang, nasi, roti atau asi.- Hindari memberikan susu produk.- Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit- Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.- Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan terhadap udara.- Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.- Sediakan mainan sesuai usia.- Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.- Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai usia.
6) Berikan dukungan emosional keluarga.- Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.- Rujuk layanan sosial bila perlu.- Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
7) Rencana pemulangan.- Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan lingkungan.- Kuatkan informasi tentang diet.- Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.- Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku KeperawatanPediatik, Jakarta, EGC2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa :Manulang R.F. Jakarta, EGC4. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru

Kamis, 14 Mei 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI

A. KONSEP DASAR
Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Etiologi
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Fatofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
Manifestasi klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
Pemeriksaan penunjang
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.
Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Penatalaksanaan
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
Simptomatik terhadap batuk.
Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.
Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
Motorik kasar
Badminton
Memukul
Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
Motorik halus
Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
Kognitif
Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi
Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
Bahasa
Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan
Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
Selalu ingin tahu alasan tindakan
berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan
Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
Pemeriksaan fisik
Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
Auskultasi paru ronchi basah
Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
Usia tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
Pengetahuan keluarga / orang tua
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
Diagnosa keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.
Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
Intervensi
Diagnosa 1
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
KH : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.
Lakukan suction sesuai indikasi.
Beri terapi oksigen setiap 6 jam
Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
Beri posisi yang nyaman bagi pasien
Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan
Lakukan perkusi dada
Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas
Diagnosa 2
Tujuan : pertujaran gas kembali normal.
KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
Beri oksigen sesuai program
Monitor AGD
Ciprtakan lingkungan yang nyaman
Cegah terjadinya kelelahan
Diagnosa 3.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
KH : Tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
Catat intake dan output cairan (balanc cairan)
Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral
Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.
Pertahankan keakuratan tetesan infus
Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)
Diagnosa 4.
Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..
Rencana tindakan :
Kaji status nutrisi klien
Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)
Timbang BB klien setiap hari.
Kaji adanya mual dan muntah
Berikan diet sedikit tapi sering
Berikan makanan dalam keadaan hangat
kolaborasi dengan tim gizi
Diagnosa 5
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Rencana tindakan :
Observasi tanda-tanda vital
Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
Berikan minum per oral
Ganti pakaian yang basah oleh keringat
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.
Rencana tindakan :
Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
Tekankan perlunya melindungi anak.
Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
Diagnosa 7
Tujuan : Cemas anak hilang
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
Kaji tingkat kecemasan klien
Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.
Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah
Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :
Pertukaran gas normal.
Bersihan jalan napas kembali efektif
Intake dan output seimbang
Intake nutrisi adekuat
Suhu tubuh dalam batas normal
Pengetahuan keluarga meningkat
Cemas teratasi

CINTA

Mencintai dicintai fitrah manusia
Setiap insan di dunia akan merasakannya
Indah ceria kadang merana itulah rasa cinta

Berlindunglah pada Alloh dari cinta palsu
Melalaikan manusia hingga berpaling dari-Nya
Menipu daya dan melenakan sadarilah wahai kawan

Cinta adalah karunia-Nya bila dijaga dengan sempurna
Resah menimpa gundah menjelma jika cinta tak dipelihara

Cinta pada Alloh cinta yang hakiki
Cinta pada Alloh cinta yang sejati
Bersihkan diri gapailah cinta Cinta Ilahi

Berlindunglah pada Alloh dari cinta palsu
Melalaikan manusia hingga berpaling darinya
Menipu daya dan melenakan sadarilah wahai kawan

Utamakanlah cintapadanya terjagalah amalan kita
Binalah slalu cinta Ilahi hidup kita kan bahagia

Cinta pada Alloh cinta yang hakiki
Cinta pada Alloh cinta yang sejati
Bersihkan diri gapailah cinta
CintaIlahi

WANITA SHOLIHAH

The Fikr – Wanita SholihahPerhiasan yang paling indahbagi seorang abdi AllahItulah ia wanita sholehahIa menghiasi dunia
Perhiasan yang paling indahbagi seorang abdi AllahItulah ia wanita sholehahIa menghiasi duniaItulah ia wanita sholehahIa menghiasi dunia
Aurat ditutup demi kehormatanKitab Al Qur’an didaulahkanSuami mereka ditaatinyaWalau perjuangan di rumah saja
Karena iman dan juga IslamTelah menjadi keyakinanJiwa raga mampu di korbankanHarta kemewahan dileburkan
Di dalam kehidupan inidia menampakkan kemuliaanBagai sekutum mawar yang tegarDitengah gelombang kehidupan
Aurat ditutup demi kehormatanKitab al Qur’an didaulahkanSuami mereka ditaatinyaAkhlak mulia yang ia hadirkan
Karena iman dan juga IslamTelah menjadi keyakinanJiwa raga mampu di korbankanHarta kemewahan dileburkan
Di dalam kehidupan inidia menampakkan kemuliaanBagai sekutum mawar yang tegarDitengah gelombang kehidupan

Rabu, 13 Mei 2009

ASKEP GAGAL GINJAL

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
A. PENGERTIAN GAGAL GINJAL AKUTAdalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
B. KLASIFIKASI :1. Gagal Ginjal Akut Prerenal2. Gagal Ginjal Akut Post Renal3. Gagal Ginjal Akut Renal
Gagal Ginjal Akut Prerenal;Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi1.Penurunan Volume vaskular ;a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2. Kenaikan kapasitas vaskulara. sepsisb. Blokade ganglionc. Reaksi anafilaksis.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantunga. renjatan kardiogenikb. Payah jantung kongestic. Tamponade jantungd. Distritmiae. Emboli paruf. Infark jantung.
Gagal Ginjal Akut PosrenalGGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi
Etiologi1. Obstruksia. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).2. Ektravasasi.
Gagal Ginjal Akut Renal1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :a. Glomerulonefritisb. Nefrosklerosisc. Penyakit kolagend. Angitis hipersensitife. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.
Pemeriksaan Laboratorium :1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :1. Hb. : menurun pada adanya anemia.2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:15. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial11. CT.Skan12. MRI13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
C. PENGKAJIAN1. Aktifitas dan istirahat :a. gejala : Kelitihan kelemahan malaeseb. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan).Disritmia jantung.Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).DVI, nadi kuat,Hipervolemia).Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).Pucat, kecenderungan perdarahan.
window.google_render_ad();
3. Eliminasia. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).Abdomen kembung diare atau konstipasiRiwayat HPB, batu/kalkulib. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairana. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhatiPenggunaan diuretikb. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.Edema (Umum, bagian bawah).
5. Neurosensoria. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa.Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri/Kenyamanana. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepalab. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
7. Pernafasana. Gejala : nafas pendekb. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
8. Keamanana. Gejala : adanya reaksi transfusib. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.
window.google_render_ad();
9. Penyuluhan/Pembelajaran:Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM, gagal jantung/hati.
D. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.5. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.7. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat.

ASKEP TB PARU

Asuhan Keperawatan Anak dengan TB Paru
Pengertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada parudisebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999)..
Faktor Resiko
Ü Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
Ü Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
Ü Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Ü Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.
Gejala Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
patofisiologi klik untuk perbesar gambar

Pengkajian (Doegoes, 1999)
1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Ü Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Ü Mendemontrasikan batuk efektif.
Ü Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Ü Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Ü Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Ü Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
Daftar Pustaka
Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

ASKEP ULKUS KORNEA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA
A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)
B. Etiologi
Faktor penyebabnya antara lain:
· Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
· Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
· Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
· Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
· Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
o Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
o Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
o Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
o Reaksi hipersensifitas
Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
C. Tanda dan Gejala
· Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.
· Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
· Fotofobia
· Rasa sakit dan lakrimasi
(Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL
Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :
1. Ulkus kornea sentral meliputi:
a. Ulkus kornea oleh bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
o Streptokokok pneumonia
o Streptokokok alfa hemolitik
o Pseudomonas aeroginosa
o Klebaiella Pneumonia
o Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :
o Stafilokukkus epidermidis
o Streptokokok Beta Hemolitik
o Proteus

§ Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah :
o Streptokok pneumonia (pneumokok)
o Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
o Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
o Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas.
Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia
Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena
· Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).
Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.

· Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra vena.

b. Ulkus kornea oleh virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

c.Ulkus kornea oleh jamur
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
o Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang
o Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada di lingkungan hidup.
o Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.
Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik , selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.
Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid.
Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.

2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.
1. Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.
Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.
2. Ulkus kataral simplek
Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening.
Terjadi ada pasien lanut usia.
Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
3. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

E. Penatalaksanaan :
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.

F. Pemeriksaan Diagnostik :
1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )
2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
5. Pemeriksaan EKG
6. Tes toleransi glukosa

G. Pengkajian :
1. Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
2. Neurosensori : penglihatan kabur, silau
3. Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar mata
4. Keamanan : takut, ansietas
(Doenges, 2000)


Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :
1. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi :
o Kaji derajat dan durasi gangguan visual
o Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
o Jelaskan rutinitas perioperatif
o Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
o Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

2. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
o Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
o Orientasikan pasien pada ruangan
o Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
o Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
o Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

3. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi :
o Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
o Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
o Kurangi tingkat pencahayaan
o Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat

4. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
o Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
o Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat

o Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
o Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan

e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil :
1. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
2. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:
o Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
o Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan
o Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas
o Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
o Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
1. Pasien memahami instruksi pengobatan
2. Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
o Beritahu pasien tentang penyakitnya
o Ajarkan perawatan diri selama sakit
o Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga
o Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan

PATHWAYS

1. Kelainan pada bulu mata dan sistem air mata
2. Trauma kornea
3. Kelainan kornea
4. Kelainan sistemik
5. Obat penurun mekanisme imun
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Hipersensitivitas







Menginfeksi kornea



Terpajannya reseptor nyeri
Ulkus



Perforasi kornea
Tumpukan pus di camera oculi anterior


Nyeri



Ruptur kornea

TIO meningkat


Perubahan Persepsi sensori : penglihatan
Penglihatan terganggu
Resiko cidera
Harga diri rendah
Gangguan body image




DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998.
2. Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi; 1995.
3. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000

Rabu, 06 Mei 2009

TIPS SEDERHANA ATASI MIGRAIN

TIPS SEDERHANA MEREDAKAN NYERI MIGRAIN


Definisi paling awam dari migren adalah sakit kepala sebelah. Ada rasaberdenyut-denyut di sekitar pelipis, dahi, atau mata. Rasa nyeri inikemudian mempengaruhi kondisi tubuh yang lain, seperti mual, wajah menjadisembab, penglihatan kabur, tangan dan kaki terasa dingin. Meski sebenarnyasakit kepala tidak selalu berarti migrain. Tak jarang sakit kepala sebelahmerupakan gejala dari penyakit atau kelainan. Misal: radang sinus, sakitgigi, atau bahkan sakit lambung. Mereka yang menggunakan kacamata biasanyaterserang sakit kepala sebelah bila sudah tiba saatnya mengganti kacamata. Penyebab migrain belum diketahui secara persis. Namun catatan kedokteranmenunjukkan bahwa migrain dapat diderita oleh semua usia. Wanita lebihsering terkena migrain dibanding pria. Dan, separuh kasus migrain mempunyairiwayat keluarga migrain. Migrain biasanya menyerang di waktu pagi hari. Padahal jam-jam tersebutadalah jam-jam produktif kita bekerja. Tentu migrain sangat mengangguproduktivitas. Bukan hanya karena rasa nyeri yang sangat kuat itu membuattak bisa bekerja dengan baik, penderita biasanya mengalami gangguan emosi.Misal, menjadi gelisah, mudah marah, depresi. Oleh karena itu langkahterbaik untuk menangani penderitaan akibat migrain ini adalah berkonsultasidengan dokter dan mendapatkan obat yang tepat. Namun demikian, tetap adabeberapa tips sederhana untuk meredakan nyeri migrain ini.




1--Beristirahatlah. Penderita migrain biasanya peka terhadap cahaya. Oleh karena itu untukmeredakan rasa nyeri ini, penderita disarankan untuk beristirahat di tempatyang gelap dan tenang. Jauhilah sumber-sumber keramaian dan tempat bercahayaterang. Tenangkan diri dengan sebaik-baiknya dan cobalah untuk tidur.

2--Kompres kepala dengan es/air dingin. Coba redakan rasa nyeri itu dengan mengompres bagian yang sakit dengan esatau air dingin. Dingin bisa membantu menyempitkan pembuluh darah.

3--Jauhi sumber-sumber penyebab migrain. Ada beberapa zat yanng dapat memicu migrain, seperti caffein, alkohol. Jikamigrain disebabkan oleh alergi, jauhi sumber alergi, misal, coklat, susu,keju, dan monosodium glutamat (MSG) dalam vetsin. Kurangi minum kopi atauteh. Adakalanya sedikit cafein/kopi dapat meredakan migrain. Namun lebihdari secangkir kopi akan menambah rasa nyeri migrain. Selain itu, jauhi jugacologne dan bau-bauan yang menyengat karena dapat memperparah migrain.



4--Hangatkan bagian leher. Berikan kerileksan pada leher. Leher biasanya adalah bagian tubuh yangbekerja berat menopang kepala. Kelelahan pada leher dapat memicu rasa sakitkepala. Saat beristirahat, coba hangatkan leher anda. Atau, beri sedikitpijatan lembut.


5--Minum obat pereda sakit. Ada banyak obat pereda sakit berupa analgesik dan antipiretik. Aspirinbiasanya menjadi pilihan banyak orang. Namun, jangan sembarang minum obat.
Yang terbaik adalah obat yang dianjurkan oleh dokter anda

ASKEP AUTISME

AUTISME
A. PengertianHasil survey yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2 – 4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autisme dengan rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki – laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan (Purwati,2007).Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). Anak Autisme mengalami gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar (Ginanjar, 2001). Gangguan perkembangan organik dan bersifat berat yang dialami oleh anak autis menyebabkan anak mengalami kelainan dalam aspek sosial, bahasa (komunikasi) dan kecerdasan (sekitar 75 – 80 % retardasi mental) sehingga anak sangat membutuhkan perhatian, bantuan dan layanan pendidikan yang bersifat khusus (Hadis,2006).B. Etiologi AutisAutisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:1. Faktor GenetikFaktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.3. Faktor Kelahiran dan PersalinanProses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandang sebagai gangguan yang memiliki banyak sebab, sekaligus penyebabnya tidak sama dari satu kasus ke kasus lainnya. Padahal, penyebab-penyebab itu tidak berdiri sendiri, dengan kata lain sangat sulit menentukan penyebab tunggal dari gangguan autisme. Bahkan hingga kini belum bisa ditegakkan penyebab pasti autisme. (Kurniasih, 2002).Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak di jumpai suatu kelainan pada otaknya. Ada 3 lokasi di otak yang ternyata mengalami kelainan neuro-anatomis. Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan sistem limbik. 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus VI dan VII. Otak kecil bertanggungjawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian) (Purwati,2007). Pada penelitian terhadap otopsi, ditemukan bahwa sel – sel di dalam cerebellum, yang disebut sel purkinye, sangat sedikit jumlahnya, sedangkan sel – sel ini mempunyai kandungan serotonin (neurotransmitter yang bertanggung jawab untuk hubungan di antara sel – sel otak) yang tinggi (Maulana,2007). Pada 30% penyandang autisme serotonin kadarnya tinggi dalam darah dan dopamin diduga kadarnya rendah dalam darah. Selain itu, pada anak autis juga mengalami penurunan kadar endorphin yang dibutuhkan dalam pengaturan aktifitas otak (Masra,2005). Dengan kata lain ketidakseimbangan antara neurotransmitter di dalam otak akan menyebabkan kacaunya lalu lalang impuls di dalam otak (Maulana,2007).Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus dan amygdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggungjawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, perasa, dan rasa takut. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyampaian informasi baru (Purwati,2007).C. Tanda dan Gejala Awal AutisGejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, tanda dan gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya bahasa atau sangat kurangnya tatap mata. Menurut Judarwanto (2006), berikut adalah tanda-tanda awal mengenali gejala autis:1. Gambaran yang paling umum terjadi, biasanya merupakan bayi yang sangat manis dan baik, namun sangat pasif dan sangat pendiam seperti tidak mempunyai bayi di rumah.2. Sebagian kecil justru sebaliknya, menjerit sepanjang waktu tanpa berhenti, tanpa dapat ditenangkan / dibujuk, orang tua tidak tahu apa sebabnya3. Tidak menunjuk saat usia 1 tahun , tidak mengoceh4. Usia 16 bulan, belum keluar satu katapun5. Usia 2 tahun belum bisa merangkai 2 kata6. Hilangnya kemampuan berbahasa7. Tidak bisa main pura-pura (Pretend Play)8. Kurang tertarik untuk berteman9. Sangat sulit untuk memusatkan perhatian10. Tidak ada respon bila dipanggil namanya11. Kontak mata sangat minim / tidak ada gerakan tubuh yang repetitiveD. Jenis AutismeBerdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua yaitu:1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.2. Autisme RegresifDitandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi 3 kelompok :1. Autisme PersepsiAutisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir2. Autisme ReaksiAutisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.3. Autisme Yang Timbul Kemudian .E. Kriteria Diagnosis Anak dengan AutismeDepdiknas (2002) yang dikutip oleh Hadis (2006), mendeskripsikan karakteristik anak autis berdasarkan jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis. Ada 6 jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis, yaitu masalah komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, gangguan pola bermain, gangguan perilaku, dan gangguan emosi. Keenam jenis masalah atau gangguan ini masing – masing memiliki karakteristik. Karakteristik dari masing – masing jenis masalah/gangguan tersebut dideskripsikan sebagai berikut :1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi :a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain.d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial :a. Anak autis lebih suka menyendirib. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.3. Masalah/gangguan di bidang sensoris :a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain :a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar.e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan sejenisnya.f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana – mana.5. Masalah/gangguan di bidang perilaku :a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang.d. Tidak suka terhadap perubahan.e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.6. Masalah/gangguan di bidang emosi :a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan menangis tanpa alasan yang jelas.b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.c. Kadang agresif dan merusak.d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau didekatnya. Rumusan diagnostik lain yang juga dipakai di seluruh dunia untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika (Maulana,2007).Untuk mempermudah pengertian, berikut sedikit pembahasan mengenai DSM-IV:1) Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah ini :a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai; kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak – gerik yang kurang terfokus.b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.c. Tak dapat merasakan dengan apa yang dirasakan orang lain.d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala – gejala di bawah ini :a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang – ulang.d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang – ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala di bawah ini :a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih – lebihan.b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tak ada gunanya.c. Ada gerakan – gerakan yang aneh yang khas dan diulang – ulang.d. Sering kali sangat terpukau pada bagian – bagian benda.2) Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang : (1) interaksi sosial, (2) bicara dengan berbahasa, (3) cara bermain yang kurang variatif.3) Bukan disebabkan oleh sindroma Rett Gangguan disintegratif Masa Kanak – kanak (Maulana, 2007).F. Hambatan – hambatan dan gangguan yang Terjadi pada Anak AutisDari adanya tanda dan gejala yang tampak pada anak autis berdasarkan pendapat Masra (2005), berbagai masalah/gangguan atau hambatan pun muncul, diantaranya yaitu:1. Hambatan kualitatif dalam interaksi sosialInteraksi sosial pada anak autis diatur dibagi dalam 3 kelompok yaitu:a. Menyendiri (aloof) : banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku serta perhatian yang terbatas (tidak hangat)b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permainan disesuaikan dengan dirinya.c. Aktif tetapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain namun seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.Hambatan sosial pada anak autisme akan berubah sesuai dengan perkembangan usia. Biasanya, dengan bertambahnya usia maka hambatan tampak semakin berkurang.2. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal / non verbal dan dalam bermain.Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa serta berbicara merupakan keluhan yang sering diajukan oleh para orang tua, sekitar 50 % mengalami sebagai berikut :a. Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, mungkin tidak tampak pada anak autis.b. Sering mereka tidak memahami ucapan yang diajukan pada mereka.c. Biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya ; tetapi dengan mengambil tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang dimaksud.d. Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.e. Bahwa satu kata mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat dimengerti oleh makna.f. Anak autisme sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.g. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti “saya” menjadi kamu.h. Penggunaan bahasa kiasan yang aneh.i. Bahasa monoton, kaku dan menjemukan.j. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan emosi.k. Komunikasi non verbal juga mengalami gangguan Menurut Paul 1987, sekitar 50 % anak-anak autistik tidak pernah belajar bicara sama sekali. Sementara itu, pada mereka yang belajar bicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan. Salah satu caranya adalah ekolalia, dimana si anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan yang luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya (Masra,2005).Ekolalia dibedakan menjadi 2 yaitu : (1) Ekolalia Langsung; jika si anak menirukan pembicaraan / perkataan orang lain saat itu juga, dan (2) Ekolalia Tertund; apabila si anak mendengar suatu perkataan dari televisi dan beberapa jam kemudian bahkan keesokan harinya si anak dapat mengulang satu kata atau kalimat dalam program televisi tersebut (Masra,2005).Kata-kata ciptaan atau bahasa yang digunakan dengan cara tidak biasa, merupakan karakteristik dalam pembicaraan anak-anak autistik. Kelemahan komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada anak-anak dengan autisme dan bukan sebaliknya. Meskipun demikian sekalipun mereka telah belajar berbicara, orang-orang dengan autisme seringkali kurang tepat dalam penggunaan bahasanya (Masra,2005).3. Gangguan KognitifHampir 75-80 % anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. Sebanyak 50 % dari idiot sefants, yakni anak dengan retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon, dan sebagainya.4. Gangguan Perilaku MotorikKebanyakan anak autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan menggoyangkan tubuh. Hiperaktif biasanya juga terutama pada usia prasekolah, namun sebaliknya dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga didapatkan gangguan pemusatan perhatian. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang terganggu, kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan dan mengancing baju.5. Respon Abnormal tehadap Perangsangan InderaBeberapa anak menunjukkan Hipersensitivitas terhadap suara dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan, sirine polisi, gonggongan anjing. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap sentuhan, ada juga anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak menangis saat mengalami luka yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsangan indera tertentu seperti objek yang berputar.6. Gangguan Tidur dan MakananGangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, sering terbangun tengah malam. Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak menyukai tekstur atau baunya.7. Gangguan Afek dan MoodBeberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, dan beberapa anak tampaknya menjadi emosional. Rasa takut yang berlebihan kadang-kadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan.8. Perilaku yang Membahayakan Diri Sendiri dan Agresifitas Melawan orang lain.Ada kemungkinan mereka menggigit tangan atau jarinya sendiri sampai berdarah, membentur-benturkan kepala, mencabut, menarik rambutnya sendiri, atau memukul diri sendiri, begitu juga dengan tempertantrums (Masra, 2005).G. Pemeriksaan Medis pada Anak AutisPemeriksaan medis yang dilakukan pada anak autisme adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan neutrologis, tes neutropsikologis, tes pendengaran, tes penglihatan, MRI (Magnetic Resonance Imaging), EEG (Electro Enchepalogram). Pemeriksaan sitogenetik, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan urine (Masra, 2005).Berbagai langkah pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya sehingga intervensi yang diberikan sesuai atau tepat.H. Diagnosis BandingMenurut Masra (2005), gangguan Autisme harus dibedakan dengan: 1. Retardasi MentalKeterampilan sosial dan komunikasi verbal atau non verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autis yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak dengan saraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip dan buruknya kemampuan berkomunikasi.2. SchizofreniaKebanyakan anak dengan schizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2 -3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan schizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75 – 80 % adalah retaradasi mental.3. Gangguan Perkembangan BahasaKondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non verbalnya baik dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.4. Gangguan Penglihatan dan PendengaranMereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.I. Prognosis AutismeWalaupun kebanyakan anak autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, gangguan autisme tetap meninggalkan ketidak mampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervisi terus (Masra, 2005).J. Penatalaksanaan atau Program Terapi pada AutismeMenurut pendapat Masra (2005), ada banyak terapi yang bisa diterapkan semua bertujuan membantu penyandang autis mengejar ketertinggalannya. Seiring dengan meningkatnya jumlah kaum autis, kian bervariasi pula cara pendekatan yang dilakukan untuk menanggulanginya. Masing - masing pendekatan ini tentu saja tergantung dari profesi sosok yang ditangani si penyandang autisme. Seorang psikologi contohnya, mungkin cenderung melatih terapi tingkah laku. Sementara psikiatri atau dokter menerapkan terapi biomedikasi.Mengingat penyebab pasti autisme belum diketahui dan sifatnya sangat individu, penanganannya tidak diarahkan untuk menghilangkan sumber masalah. Artinya autisme berbeda dengan penyakit TBC misalnya yang harus dibasmi keenam kuman tertentu yang menjadi penyebabnya. Sementara autisme merupakan gangguan kompleks yang tidak bisa semata-mata berpatok pada hasil pemeriksaan laboratorium. Jadi semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat akan dapat tercapai hasil yang optimal.Berbagai macam program terapi yang bisa diterapkan pada anak autisme, diantaranya yaitu :1. Pendekatan EdukatifAnak dengan autisme seharusnya mendapat pendidikan khusus. Rencana pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Yang terbaik bagi mereka adalah suatu bentuk pelatihan yang sangat terstruktur, sehingga kecil kesempatan bagi anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya, dan guru akan segera bertindak bila melihat anak melakukan aktivitas sendiri. Dalam pelajaran bahasa, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi bila fokus pembicaraan mengenai hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada beberapa anak bisa dicoba dengan melatih bahasa isyarat 2. PsikoterapiPsikoterapi individual dapat membantu mereka mengatasi kecemasan / depresi maupun perasaan tertekan karena merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Tepatnya, yang bersangkutan akan diajarkan berperilaku sosial yang tepat. Dengan demikian, depresi sosialnya yang kaku dan terbatas, diharapkan dapat diatasi secara perlahan. Konseling kelompok ini sebaiknya diberikan ketika diagnosis autisme pertama kali diberikan hingga akan memberi manfaat pada orang tua untuk membantu menerima kenyataan pahit tersebut.3. Terapi Tingkah LakuDasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol / dibentuk dengan sistem reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.Salah satu metode yang berbasis paham behavioristik ini adalah metode lovaas yang aslinya disebut Applied Behavioristik Analysis (ABA) ini adalah metode. Hal penting yang perlu diingat mengenai terapi tingkah laku adalah pendekatan yang bersifat individual. Artinya anak yang akan mengikuti terapi ini harus dianalisis dulu, tingkah laku apa saja yang ditampilkan saat ini. Kelebihannya, terapi ini dapat diberikan pada siapa saja, bahkan pada anak yang masih sangat muda usianya.4. Terapi BiomedikasiTerapi ini menggunaan bantuan obat-obatan untuk mengontrol gejala autisme. Yang jelas terapi ini tidak dimaksudkan untuk mengoreksi kelaian susunan syaraf yang ditemukan pada penyandang autis. Melainkan memanipulasi kerja neurotransmitter agar penyandang autis berperilaku normal. Pemberian obatpun bersifat sementara, artinya hanya digunakan saat perkembangan si anak terganggu. Karena anak penyandang autis masih dalam tahap tumbuh kembang sehingga bila sel otak anak yang baru sudah menggantikan fungsi sel otak yang rusak maka obat-obatan tidak diperlukan lagi.Dosis terendah digunakan untuk mempertahankan terapi dan perlu juga diikuti oleh "drug holiday" yaitu waktu-waktu bebas obat. Tujuannya yaitu untuk mengistirahatkan tubuh dari kerja obat. Selama mengikuti terapi ini tekanan darah, denyut jantung, kandungan obat dalam darah, jumlah sel darah, fungsi liver dan ginjal serta tinggi dan berat badan harus dikontrol. Bila pemberian dengan dosis tertentu menunjukkan perbaikan (improvement) dalam perilaku yang terkontrol obat tertentu maka setelah waktu tertentu dosisnya akan diturunkan. Jika setelah dosisnya diturunkan anak menunjukkan gejala yang meningkat biasanya dosis akan kembali dinaikkan dan harus dipantau Obat-obatan yang digunakan antara lain :a. Antipsikotik : Untuk memblok reseptor dopamin.b. Fenfluramine : Untuk menurunkan serotininc. Nalfresone : Untuk antagoniss opioidad. Simpatomimetik : Untuk menurunkan hiperaktivitase. Clompramine : Untuk anti depresif. Clonidine : Untuk menurunkan aktivitas moradrenergikSelain terapi diatas ada terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet, dll